Oleh Ketua Umum BAZNAS, Didin Hafidhiddin
Islam tidak hanya mengajarkan agar seorang
muslim gemar berinfaq, tetapi berinfaq haruslah dengan harta yang dicintai atau
harta yang terbaik. Allah SWT berfirman, “Kamu tidak akan mendapat (balasan)
kebaikan kecuali kamu mendermakan sebagian dari apa yang kamu sayangi, Apa pun
yang kamu dermakan, Allah pasti mengetahuinya. “ (QS. Ali Imran [3]: 92)
Menurut riwayat yang hadis, ketika ayat ini turun, banyak sahabat Rasulullah
SAW yang tersentuh, di antaranya adalah Abu Thalhah ra yang memiliki banyak
kebun kurma dan kebun yang paling disukainya yang berada persis di depan Masjid
Nabawi. Rasulullah kerap singgah ke dalam kebon itu. Abu Thalhah datang kepada
Rasulullah dan berkata, ‘Ya Rasulullah, Allah telah menurunkan ayat ini. Harta
yang paling kucintai adalah Birha’. Kini aku serahkan itu untuk simpanan disisi
Allah. Letakkanlah ditempat yang dikehendaki Allah’. Rasulullah bersabda,
‘Inilah harta yang banyak mendatangkan pahala. Bagikan kepada keluargamu yang
miskin’. Abu Thalhah kemudian membagikannya kepada kaum kerabatnya. (HR Bukhari
dan Muslim).
Ayat Al Quran yang dikutip atas, sekaligus mengoreksi cara pandang atau
paradigma yang keliru dalam berinfaq dan bershadaqah. Paradigma yang umumnya
tertanam pada sebagian besar manusia ialah menginfaqkan harta itu cukup dari
sesuatu yang sudah tidak terpakai atau kurang bernilai. Hal itu terlihat
misalnya dari kebiasaan untuk mengumpulkan pakaian bekas yang sudah tidak
dipakai lagi untuk diberikan kepada orang lain yang membutuhkan atau memberi
uang recehan untuk mengisi kotak amal di masjid.
Berinfaq pada kerabat, anak yatim, dan orang-orang miskin amat ditekankan dalam
Islam. Untuk itu, sebagai bagian dari panggilan dakwah, kita sekarang perlu
membangkitkan kesadaran berinfaq dan bershadaqah yang akan mendorong tumbuhnya
empati dan solidaritas sosial di tengah masyarakat. Maraknya kekerasan dan
letupan-letupan konflik yang sering menimbulkan kerusuhan, boleh jadi sebagian
adalah akibat hilangnya empati dan solidaritas sosial pada warga masyarakat.
Dapat dibayangkan akibatnya andaikata setiap orang atau kelompok dalam
masyarakat hanya sibuk memikirkan dirinya sendiri dan masa bodo dengan
kepentingan orang lain.
Dalam kaitan dengan infaq atau shadaqah ini, menarik direnungkan ayat Al Quran,
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS.
Al-Baqarah (2) : 276).
Dalam Al-Quran dan Tafsirnya yang disusun oleh tim Kementerian Agama RI
dijelaskan bahwa ayat di atas menegaskan bahwa riba itu tidak ada manfaatnya
sedikit pun baik di dunia maupun di akhirat nanti. Yang ada manfaatnya adalah
sedekah. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Artinya memusnahkan
harta riba dan harta yang bercampur dengan riba atau meniadakan berkahnya. Dan
“menyuburkan shadaqah” ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan
sedekahnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama atau melipat gandakan berkah
harta itu.
Melalui sosialisasi dan edukasi zakat, infaq dan shadaqah yang dilakukan secara
terus menerus oleh BAZNAS maupun LAZ melalui berbagai sarana dan media,
diharapkan akan memperkuat budaya berinfaq dari harta yang terbaik dan tentu
yang pasti juga harta yang halal. Sebab, Allah SWT tidak akan menerima infaq
dan shadaqah yang berasal dari harta yang didapatkan secara haram, sekalipun
dengan niat yang ikhlas. Dengan demikian, kesadaran berinfaq dan bershadaqah
secara tidak langsung mendidik pelakunya menjadi manusia yang berkarakter,
memiliki kejujuran, akhlak dan etika dalam bekerja/mencari rizki.
Wallahu a’lam bisshawab.