Oleh Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddhin
Dalam Al Quran dan Hadis diungkapkan beberapa
perilaku yang berkaitan dengan kemiskinan, baik perilaku individu maupun
perilaku yang terbentuk secara kolektif. Mari kita mengaca pada perilaku
tersebut:
Pertama, kufur nikmat, yakni tidak mensyukuri nikmat Allah SWT. Salah
satu bentuk kufur nikmat adalah salah urus terhadap nikmat kekayaan alam yang
dieksplorasi secara tidak bertanggung jawab dan disalahgunakan sehingga bukan
lagi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Allah berfirman, "Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan
(dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang
kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduknya) mengingkari
ni'mat-ni'mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan
dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat." (QS. An-Nahl: 112).
Kedua, lemahnya etos kerja, mudah putus asa, bakhil/kikir, dan
sifat-sifat buruk lainnya. Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (1)
(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya (2) dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna (3) dan
orang-orang yang menunaikan zakatnya (4).” (QS. Al-Mukminun: 1-4).
Dalam hadis diriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW mengajarkan doa kepada umatnya: "Ya Allah aku
berlindung kepada-Mu dari lemah pendirian, sifat malas, penakut, kikir,
hilangnya kesadaran, terlilit utang dan dikendalikan orang lain.”. Dan aku
berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan dari fitnah (ketika) hidup dan mati". (HR.
Bukhari dan Muslim).
Ketiga, hilangnya/menipisnya tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada
sesama. Dalam sebuah hadits masyhur riwayat al-Ashbahani, Rasulullah Saw.
menyatakan:"Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan
muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah
mungkin terjadi seseorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian,
kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah
SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban
mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih."
Hadits tersebut memberikan isyarat bahwa
kemiskinan bisa timbul akibat pola kehidupan yang timpang, struktur kehidupan
ekonomi yang tidak adil, serta merosotnya rasa kesetiakawanan di antara sesama
umat, terutama dari golongan aghniya terhadap kelompokdhu'afa.
Dalam kaitan di atas, menarik pernyataan dari
Susan George (How the Other Half Dies,Montaclair, Allan Held, Osmund and
Con. 1981), Lapoe dan Colin (Food First , New York, Ballantine
Books, 1978), bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi
karena adanya sekelompok kecil orang-orang yang hidup mewah di atas penderitaan
orang banyak, dan bukannya diakibatkan oleh semata-mata kelebihan jumlah
penduduk (over population).
Keempat, merajalelanya sifat
khianat di lingkungan anggota masyarakat, dan lebih berbahaya kalau sifat
khianat terjadi pada orang-orang yang memegang kekuasaan untuk mengurus
kepentingan masyarakat. Rasulullah SAW
bersabda: “Sifat amanah itu akan menarik (mendatangkan) rizki, dan
sifat khianat itu akan menarik (mendatangkan) kefakiran.” (HR.
Thabrani).
Berbicara kemiskinan, tidak dapat dilepaskan dari
peran zakat, infaq, dan shadaqah, sebagaimana diutarakan dalam point ketiga di
atas. Jika zakat, infaq dan shadaqah dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan
ditata dengan baik, pengumpulan maupun pendistribusiannya, akan mampu
menanggulangi kemiskinan yang dihadapi sebagian umat. Upaya mengoptimalkan
peran ZIS di negara kita dilakukan melalui empat langkah, meliputi: (a)
Sosialisasi tentang makna, hikmah, obyek zakat, dan sebagainya. (b) Penguatan
regulasi dan kelembagaan pengelola zakat sebagai institusi yang harus
berwibawa, terpercaya, transparan, terbuka, profesional, melayani umat secara
full-time, dan sebagainya, (c) Program pendayagunaan zakat yang tepat sasaran,
dan (d) Pengembangan sinergi dan kerjasama di antara semua pemangku kepentingan
(stakeholders) perzakatan, baik pemerintah maupun masyarakat.
Kesimpulannya, untuk menanggulangi
kemiskinan diperlukan pendekatan yang komprehensif. Yaitu upaya perbaikan yang
berasal dari luar dan upaya perubahan sikap mental dari dalam diri
orang-orang miskin. Sebab itu, tugas sebagai amil zakat dalam mendistribusikan
dan mendayagunakan zakat tidak sekadar membagi-bagikan uang kepada orang-orang
miskin, tetapi juga dalam rangka membina, mendorong dan mengarahkan mereka agar
bisa mandiri dan terbebas dari kemiskinan.
Wallahu a’lam bisshawab